Catatan Ta'dib Maiyah bersama Mbah Nun dan Kiai Kanjeng dalam rangka Milad Sanggar Kedirian
Alhamdulillah, malam itu begitu istimewa bagi Sanggar Kedirian yang merayakan Milad ke-12. Meskipun secara perhitungan, ini adalah tahun ke-11 sejak kegiatan rutin Sanggar Kedirian dimulai pada malam Sabtu Legi, 15 Juni 2012 atau 25 Rajab 1433 H, namun selisih perhitungan ini tak mengurangi kemeriahan acara. Perayaan Milad ini berlangsung sangat meriah. Semangat kebersamaan tetap membara dari awal hingga akhir acara.
Rangkaian acara dibuka dengan pembacaan tawashshulan sebagai bentuk rasa ketersambungan kepada Allah dan Rasulullah. Dilanjutkan dengan lantunan sholawat, setor cinta dan rindu kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Sebelum acara inti Ta'dib Maiyah bersama Mbah Nun dan Kiai Kanjeng dimulai, Mbah Bus memberikan sambutan pembuka. Dalam sambutannya, beliau memaparkan secara singkat mengenai profil Sanggar Kedirian serta mengulas lebih dalam tema yang akan dibahas pada malam itu.
Sanggar Kedirian memiliki semboyan "Perjalanan Diri Mengenal Diri," yang tercermin melalui kehadiran tokoh-tokoh pewayangan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Semar, yang memiliki nama asli Ismoyo atau disingkat menjadi Ismar, memiliki arti "paku." Seperti paku yang dapat melekatkan berbagai macam kayu, manusia diharapkan dapat menjadi perekat antar manusia.
Mbah Bus menjelaskan bahwa paku harus diletakkan pada tempatnya. Jika penempatannya tidak tepat, kayu bisa pecah atau paku bisa bengkok. Begitu juga manusia harus dapat memposisikan dirinya dengan baik.
Selanjutnya, Mbah Bus mengungkapkan makna dari konsep "Kala Dahana" yang terdiri dari "Kala" (waktu) dan "Dahana" (api). Manusia menunggu saat datangnya api, namun api yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di dalam diri kita.

Mbah Bus juga menyebutkan konsep "Kala Bawana" yang terdiri dari "Kala" (waktu) dan "Bawana" (bumi). Manusia hidup di bumi tanpa mengetahui kapan lahir, ada, dan mati. Oleh karena itu, kita harus mencintai setiap tempat di bumi yang kita pijak.
Selanjutnya, Mbah Bus menjelaskan tentang "Kala Maruto" yang terdiri dari "Kala" (waktu) dan "Maruto" (angin). Angin dalam hal ini merupakan simbol dari kabar atau berita. Manusia harus waspada dalam menyikapi berita yang diterima, membedakan mana kabar yang benar dan tidak.
Mbah Bus juga menekankan pentingnya berusaha dengan sekuat tenaga dalam bekerja, sehingga kita akan mendapatkan rizki meskipun mungkin dalam jumlah yang sedikit. Rizki tersebut tetap harus disyukuri.
Mbah Bus berharap agar para anggota Sanggar Kedirian dalam mencari jati diri dapat menjadi "Satrio Tomo" yang "Kudu Anteng Jatmiko ing Budhi, Luruh sarto Wasis Samudayanipun."

Acara inti Ta'dib Maiyah Tasyakuran 12 Tahun Sanggar Kedirian diawali dengan nomor lagu "Pambuko - Kiai Kanjeng." Kemudian, Mbah Nun mengingatkan pentingnya berkonsentrasi dalam mengirim sholawat kepada Nabi Muhammad karena beliau adalah satu-satunya yang dapat menolong kita semua.
Mbah Nun juga menjelaskan bahwa dalam hidup ini terdapat hal-hal yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Kita perlu memiliki skala prioritas (Afdholiyah atau Aqdamiyah) dalam menjalani kehidupan.
Pada kesempatan diskusi, peserta diajak untuk mempertimbangkan tujuan hidup mereka. Mbah Nun memberikan pesan agar tidak merasa beriman sebelum Allah menguji kita. Hal ini merupakan tadabbur surat Al-'Ankabut ayat 2.
Kemudian, Mbah Nun menjelaskan konsep slamet. Slamet memiliki banyak dimensi, seperti slamet akhlak, slamet bondho, dan lainnya. Slamet yang hanya dilihat dari segi materi tidaklah cukup, slamet harus memiliki ukuran yang jelas.
Peserta diskusi, seperti Pak Lurah Hamid, Mbah Bus, Gus Lutfi, dan Mas Helmi, membagikan pengalaman mereka selama mengikuti Maiyah. Mereka mengungkapkan bahwa Maiyah membawa pemahaman yang mendalam tentang iman, syahadat, dan berbagai topik yang mungkin belum kita temukan sendiri.

Mbah Nun membahas mengenai pentingnya latihan memori ruh untuk memiliki pengetahuan yang lebih mendalam. Semakin sering kita berhubungan dengan malaikat dan Allah, semakin jernih pandangan batin kita.
Selanjutnya, Mbah Nun membahas konsep intiqod yang mengajarkan kita untuk mengkritik diri sendiri. Introspeksi diri merupakan momen penting dalam perjalanan spiritual.
Acara Ta'dib Maiyah ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Mbah Nun, di antaranya doa memohon perlindungan dari kesalahan yang dilakukan di masa lalu, doa agar tidak dibebani dengan beban yang berat seperti generasi sebelumnya, dan doa agar tidak dibebani dengan hal-hal yang kita tidak mampu.

Demikianlah rangkuman dari acara Ta'dib Maiyah Tasyakuran 12 Tahun Sanggar Kedirian. Semoga rangkuman ini dapat memberikan gambaran tentang isi acara tersebut. Terima kasih atas perhatiannya.
(Redaksi Sanggar Kedirian)
Dokumentasi Kegiatan
