Blokosutho in Love

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 1 Oktober 2021

Pada Sanggar Kedirian edisi sebelumnya kita sudah sinau bareng tentang al-Qur'an, kesabaran dan keselarasan hati. Masing-masing dimensi tema itu memiliki ruang dan waktunya sendiri, memiliki pemahaman detail dan presisi yang tepat untuk diletakkan pada kalimat yang juga tepat.

Dalam perjalanan diri ini, kita bersama mencoba menyelami makna blokosutho. Apa sebenarnya maksud dari kata “blokosutho” atau “apa adanya” ini. Ada yang memiliki pendapat bahwa blokosutho adalah kejujuran sikap antara perkataan dan perbuatan. Ada juga yang memiliki pendapat bahwa blokosutho adalah menyampaikan informasi secara blak-blakan sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Jika A maka sampaikanlah A, jika B maka sampaikanlah B. Orang Islam sudah tidak asing lagi mendengar ungkapan "qulil haqqo walau kaana murron", katakanlah yang benar (jujur) meskipun itu pahit. Namun dalam hal ini jika kita linear cara berpikirnya bisa jadi yang terjadi adalah ketidakharmonisan. Lantas bagaimanakah yang mesti diterapkan? 

Kurang lebih dua tahun kita merasakan apa yang oleh seluruh penduduk bumi alami. Bercermin pada kebijakan pemerintah hampir seluruh regulasi yang pemerintah atur sepertinya belum menunjukkan adanya kesatuan pendapat, manajemen, dan langkah dalam menghadapi perkembangan situasi pandemi ini. Apakah kurang blokosutho informasi ataukah ada hal lain?

Jika dirasakan lebih dalam, apa-apa yang berlangsung di Sanggar Kedirian bisa dipandang sebagai proses transendensi perjalanan diri. Perjalanan bukan dalam arti menjauhkan diri dari dunia menuju ke akhirat, melainkan perjalanan dalam arti "mblokosutho” diri kepada kekuatan di luar diri kita yang menguasai hidup kita, yaitu Allah Swt. Suatu sikap yang berbanding terbalik dengan sikap menutup diri, entah karena kesempitan ilmu, prasangka buruk, dan sikap negatif lainnya.

Sebagai penanda, penerapan blokosutho sangat cetho dalam praktik majelis ilmu di Sanggar Kedirian. Sinau Bareng di Sanggar Kedirian tidak dapat dikatakan semata-mata sebagai pengajian dalam pengertian sempit, sebagaimana misal menempatkan satu figur sebagai titik pusat, sementara audiens lain sebatas pendengar-pasif. Justru di Sanggar Kedirian hubungan antara pembicara dan pendengar berpola dialogis, yakni tiap orang menjadi subjek-aktif silih berganti untuk sama-sama tumbuh dan belajar secara bersama. Selain itu, bukti keterbukaan forum Sanggar Kedirian adalah siap menerima respon dari mana saja.

Blokosutho in Love, itulah tema yang diangkat pada Sanggar Kedirian edisi Safar 1443 H. Apa maksudnya? Apa tujuan tema itu diangkat? Memang paradoks, blokosutho kok dijadikan tema? Tapi orang Maiyah tidak rumit dalam membaca tema. Orang Maiyah tidak pernah merasa rugi. Banyak hal yang didapatnya. Anggap saja tema hanya pijakan awal. Maiyah menawarkan banyak khasanah ilmu yang bisa dibawa pulang sebagai bekal.

Continue reading Blokosutho in Love