Pambuko Sanggar Kedirian 16 Desember 2016
Kalau bicara soal keilmuan apapun, para penggiat Maiyah itu sangat cerdas. Bahkan kecerdasannya bisa dikatakan di atas rata-rata manusia pada umumnya. Kejadian apapun siap ditadabburinya dengan sangat luas sehingga saking luasnya terkadang susah untuk dimengerti oleh kalangan manusia pada umumnya bahkan oleh sesama penggiat Maiyah sendiri. Tak jarang terjadilah perdebatan karena saling beradu pendapat atas tadabburannya masing-masing.
Pengertian Tadabbur adalah merenungkan kandungan maknanya, kemudian dilanjutkan dengan tafahhum yaitu berusaha memahami kandungan maknanya, karena hal itu merupakan maksud teragung dan tujuan terpenting dari tadabbur ayat-ayat Allah, denganNya dada akan lapang dan hati akan mendapatkan cahaya.
Allah Ta’ala berfirman:
“[Al-Qur’an adalah] sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh berkah, agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya…” (QS. Shad [38]: 29)
Selain itu Allah juga memberikan kita bukti kuasaNya dengan adanya ayat-ayat yang tak tersurat dalam Al Qur’an. Ayat-ayat Qauliyah adalah ayat-ayat yang sudah tertulis dalam Al qur’an sedangkan ayat-ayat Kauniyah adalah ayat-ayat Allah yang ada di sekitar kita yaitu alam, kejadian, persoalan hidup, dan semua dinamika yang ada dalam kehidupan. Semua itu bebas untuk kita tadabburi secara sendiri ataupun dengan bersama, ukurannya hanya manfaat atau tidak sehingga untuk melakukan itu diperlukan bekal akal dan keadaan hati yang bersih.
Tadabbur Al-Qur’an yang sesungguhnya tidak berhenti pada mengetahui makna ayat-ayat yang dibaca, namun harus berupa penghayatan dan pengamalan pemahaman tersebut dalam kehidupan nyata, di mana ia bisa terlihat dengan jelas dalam bentuk akhlak dan amal perbuatan seseorang.
Bermula dari titik pencapaian pembelajaran Maiyah atas perbedaan pandangan mengenai sebuah makna sebenarnya sederhana. Bagaimana meletakkan pandangan nilai kebaikan pada ruang dan waktu yang semestinya, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menciptakan suasana bahwa, “Saya juga mendambakan orang lain mendengarkan hati saya, maka saya belajar mendengarkan hatinya”. Betapapun melelahkan namun berlatih mencintai dan tidak dicintai manusia, tanpa itu semua tidak mengurangi rasa cinta saya pada manusia”.
Kemajuan teknologi yang terus berkembang seakan melipat bumi. Jangkauan komunikasi tidak terkendala oleh jarak, demikian halnya dengan keberadaan Group Whatsapp Sanggar Kedirian. Adanya semakin memudahkan dalam hal komunikasi, adanya mengintensifkan untuk saling berdiskusi dan adanya pula tak jarang terjadi perdebatan berujung sakit hati. Tingkat keluasan hati, pola pikir yang linear, eksistensi dan egoisme seakan masih mendominasi pemikiran dan hati pelakunya. Akan tetapi semua hal ini adalah bagian dari proses pembelajaran kita semua bahwa Group Whatsapp Sanggar Kedirian ini sebenarnya adalah laboratorium untuk mengetahui attitude penggunanya, bisa untuk meneliti apa saja dengan berbagai eksperimen perilaku, yang sekedar membuang sampah, pelampiasan kepuasan ego batin yang dangkal, akting-akting kecil, pamer peran, tebar pesona, pencitraan atau justru kesadaran untuk berpuasa ekspresi dan akan berbuka pada waktunya.
Nomor satu adalah menyadari kembali pentingnya niat yang tepat pada setiap apa yang hendak disampaikan. Menyadari posisi mana yang mestinya disampaikan secara personal atau biasa disebut japri (jalur pribadi) atau yang harus pantas dipublish. Andum panemu ilmu atas tadabburanya, jarak pandang, informasi, pertanyaan, jawaban, sanggahan, ajakan, nasehat dan sebagainya mestinya merupakan bahan dasar pertimbangan dalam menyampaikan di Group Whatsapp.
Namun apakah kita sudah sudah siap menjadi keranjang yang siap menampung sesuatu yang tidak terlalu penting menurut pemahaman kita. Sementara, berbagai macam kalimat baik itu share maupun buah pemikiran para pelaku yang liar membombardir seakan tiada habisnya terus bermunculan. Berbagai variasi tanggapan turut mewarnai, ada yang biasa saja, ada yang tidak suka, ada yang tidak peduli bahkan tidak sedikit ada pula yang sama sekali tidak membacanya dengan memilih clear saja.
Itu semua adalah bentuk eksplorasi para pelaku dan sesungguhnya butuh tempat untuk ditampung, mungkin keberadaan Sanggar Kedirian adalah alternatif pilihan mereka dalam melampiaskan semua hal tadi. Ya, satu-satunya jalan adalah saling ngancani, saling merangkul, secara bersama maupun sendiri-sendiri dengan menyiapkan daya tampung hati dan pikiran yang jembar.
Memahami kegelisahan, keluh kesah ini bisa dari berbagai sudut pandang dari kemungkinan sebab, keluarga, ekonomi, lingkungan sosial, penyakit, pekerjaan dan berbagai kemungkinan lain sehingga inilah sesungguhnya Maiyah. Tidak ada sesuatupun yang sia-sia. Bahkan hal kecil yang dianggap remeh pun ternyata pada saat dan waktu yang tepat akan menjadi sesuatu yang sangat mengagumkan.
Sanggar Kedirian mencoba mengajak belajar bersama untuk berkesanggupan menjadi hati yang jembar dengan upaya setiap pelakunya, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, untuk mencari dan menemukan ketepatan posisi dan keadilan hubungannya dengan Tuhan, sesama makhluk, alam semesta dan dirinya sendiri.