Sendhen Qur'an

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 27 Agustus 2021

Sendhen, bersandar, padanan katanya dalam bahasa arab ialah sanad, yang juga bisa diartikan sandaran. Kegiatan bersandar biasanya dilakukan saat kita merasa lelah, tak berdaya. Namun ketidakberdayaan akibat pandemi ini justru semakin membuat kita jauh dari al-Quran. 

Buktinya, coba tanyakan pada diri anda masing-masing. Jika merasa jauh berarti benar dugaan saya. Namun jika merasa dekat, jangan-jangan anda sedang terkena salah satu penyakit hati yaitu 'ujub, membanggakan diri sendiri.

Imam al-Ghazali menyebut 'ujub sebagai penyakit kronis. Kepada dirinya sendiri, pengidap penyakit ini merasa mulia dan dan besar diri, sementara kepada orang lain ada kecenderungan untuk meremehkan dan merendahkan.Untuk mengobati penyakit hati macam 'ujub itu, orang Jawa zaman dahulu membuat ramuan khusus yang dikumpulkan dalam syi'iran Tombo Ati.

"Tombo ati iku ana limang perkara" "Kaping pisan moco qur'an sak maknane" "Kaping pindo sholat wengi lakonono" "Kaping telu wongkang sholeh kumpulono"

"Kaping papat weteng siro kudu luwe" "Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe" "Salah sawijine sopo biso ngelakoni" "Insya Allah Gusti Pengeran ngijabahi"

Nah, pertanyaannya, mengapa obat penyakit hati yang pertama bukan sholat malam atau berkumpul dengan sholihin atau dzikir bermunajat atau menahan lapar namun justru moco qur'an sak maknane? Apakah itu hanya sekedar urut-urutan untuk menyeimbangkan rima atau ada hierarki pemaknaan di dalamnya? 

Di tengah situasi yang tidak pasti, beredar banyak informasi yang tidak jelas antara  kebenarannya dan kesalahannya. Maka manusia perlu rujukan informasi yang dipastikan kebenarannya. Apakah itu?

Mungkin itu bisa menjadi pemantik awal diskusi rutinan ini. Monggo hadir dalam rutinan Sanggar Kedirian, pada Jumat malam Sabtu Legi 27 Agustus 2021 di Kampus Tribakti Kota Kediri, mulai pukul 20.30 WIB.

Continue reading Sendhen Qur'an