Ngadhemi

Pambuko Sanggar Kedirian 16 November 2018

Batu bergesekan dengan batu akan memercikkan api, keras kepala bergesekan dengan keras kepala akan memercikkan bara yang disulut kebencian. Ketika ada pembakaran kemudian dibalas dengan kebakaran lainnya, tentu akan tercipta situasi chaos. Bahkan sampai tercipta jihad dibalas jihad namun yang nyata terlihat adalah perang saudara. Kebenaran dengan kebenaran yang lain saling menyerang. Teriakan "Allahu Akbar" bergesekan dengan teriakan "Allahu Akbar" lainnya. Hal ini tentu menjadikan kita rindu akan hal yang saling meneduhkan, sesuatu yang mampu mendinginkan suasana, siraman yang menyejukkan.

Ingatkah kita dengan kisah Rosulullah yang setiap hari dicaci-maki oleh seorang perempuan pengemis buta, sementara Rosulullah tetap sabar setiap hari menyempatkan diri untuk menyuapi penuh kasih sayang kepada sang pengemis buta yang setiap hari mencaci-maki dihadapan Rosulullah. Sampai akhirnya Rosulullah meninggal barulah sang pengemis buta tahu bahwa orang menyuapi penuh kasih sayang adalah Rosulullah yang setiap kali dicaci-makinya dengan dibilang pembohong penyihir. Karena kasih sayang Rosulullah itu akhirnya sang pengemis buta bersyahadat.

Rosulullah itu sifatnya selalu ngadhemi dalam artian mampu mendinginkan saat ada bara, mampu menghangatkan saat suasana dingin. Bangsa Indonesia butuh sosok-sosok yang mampu ngadhemi bagi siapapun saja dalam skala rumah tangga, sosial lingkungan sekitar hingga skala negara.


Continue reading Ngadhemi