Siap Kalah

 Pambuka Rutinan Sanggar Kedirian 25 Desember 2021



Kalau biasanya jargon yang sering kita ketahui adalah "siap menang" atau paling tidak "siap kalah untuk menang", namun tema malam ini benar-benar hanya "siap kalah".


Kalah di sini sebagaimana logika umum bisa diartikan ngalah. Nggih monggo, itu terserah panjenengan sedanten. Tapi kalau mau mengaitkannya dengan per-"kompetisi"-an maka idiom Mas Sabrang tentang perang pendek dan perang panjang bisa menjadi analogi yang pas. Mau mengajak cewek kencan, misalnya, tentu persiapannya berbeda dengan mengajaknya menikah. Itu baru dalam persiapan, belum pengaplikasian dan orientasinya.


Soal ini Simbah berpesan begini, "Ciri khas manusia zaman sekarang adalah terlalu sibuk oleh urusan kalah-menang, namun tidak belajar memahami hakikat kemenangan dan kekalahan."


Lha, hakikat kemenangan dan kekalahan niku nopo, Mbah?


Monggo kita rembukan sareng-sareng dengan kejernihan akal dan keluasan hati untuk menerima pendapat dari sedulur lainnya. Itu, koentji malam ini.


Allahumma shalli wa sallim wa barik alaih...

Continue reading Siap Kalah

Pande Me

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 20 November 2020

Tujuh bulan selama pandemi Covid-19 ini melahirkan berbagai macam rutinitas baru yang oleh kegagapan peradaban modern disebut era "New Normal". Padahal jauh sebelum pandemi sejatinya setiap hari, setiap jam, bahkan setiap berdetaknya jantung kita adalah kematian dan detak berikutnya kita akan lahir kembali. Makna “kelahiran" adalah pengalaman saat kita berada pada kesadaran spiritual, hari ini adalah diri kita yang baru yang tidak sama dengan diri kita yang kemarin. Evolusi ini akan terus berlangsung dalam berbagai skala tranformasi. Namun karena keterbatasan pemahaman kita pada suatu nilai membuat semua hal yang kita lihat, dengar, rasakan dan alami ini belum berada dalam titik kesadaran spiritual, terlebih intelektual. 


Transformasi Diri

Di tengah pandemi ini ada baiknya jika meluangkan waktu dan tenaga sejenak; tuma'ninah sembari memberi makna dengan nalar dan rasa; menempa "besi" dalam diri agar lebih bermanfaat dan  sedangkan harapan kita adalah menjadi ”Pande Me” karena kepiawaian kita mengenali diri.


Kecanggihan teknologi yang pesat, salah satu hasilnya adalah manusia kehilangan dirinya dan manusia menjadi luntur kemanusiaanya. Selain itu, terlebih merasa bahwa diri lebih dibanding dengan orang lain yang akan justru menjerumuskannya ke dalam jurang kesombongan. Tak jarang harapan yang kita inginkan dari orang lain malah menjelma menjadi tuntutan. Dan sejatinya pertarungan sesungguhnya terjadi di dalam alam diri manusia sendiri. Pertarungan yang sesungguhnya maha dahsyat.


Juga menjadi tuan rumah diri sendiri adalah bagian penting bagaimana seharusnya kita mengenali diri kita sendiri, mengetahui potensi dalam diri kita sendiri untuk kemudian kita sendiri, memaksimalkan dan mengevaluasi hal itu, sehingga kita menjadi manusia yang mandiri dengan berbekal keahlian dan potensi diri kita itu.


Dengan mekanisme "khalifah" yang diciptakan oleh Allah, Allah sendiri memang menghendaki agar manusia berdaulat atas dirinya sendiri. Manusia secara fitrahnya adalah mandiri, sementara fakta hari ini mayoritas manusia menjadi bukan dirinya sendiri.


Laboratorium Kedirian

Dengan adanya Sanggar Kedirian ini kita bersama-sama menjadikan forum Sinau Bareng ini untuk menemukan jati diri kita masing-masing. Untuk menemukan siapa kita dan bagaimana seharusnya kita bersikap dalam kehidupan ini. Konsep keseimbangan yang ditawarkan oleh Sinau Bareng adalah mekanisme yang juga harus terus-menerus kita asah, sehingga pada akhirnya kita akan mampu menemukan kedaulatan dalam diri kita sendiri. Kita menjadi diri kita sendiri, bukan menjadi orang lain yang bukan diri kita. Sehingga karunia bagi manusia adalah selalu menemukan hal yang "alhamdulillah". Kita hari ini adalah diri kita yang "alhamdulillah" yang tidak sama dengan kelakuan diri yang "astagfirullah" kemarin.


Continue reading Pande Me

Pemulihan Umum

Pambuko rutinan Sanggar Kedirian 16 Oktober 2020


Pe-mu-lih-an u-mum. Kesan pertama yang ada dalam benak adalah plesetan dari pemilihan umum. Sayangnya kita tak bisa menilai sesuatu hanya dari kesan pertama yang didapat. Perlu pendalaman, menyibak berbagai macam lapisan tabayun untuk mengetahui maksud pencetus tema malam ini; cobalah nanti tanyakan sendiri.

Ini saya coba susunkan pertanyaannya, nanti pengembangannya terserah nalar kritis sedulur-sedulur:

1. Mengapa pemulihan umum perlu dibahas?

2. Kalau nanti sudah ada rumusan dari berbagai macam keilmuan, lantas apa yang bisa dikerjakan?

3. Siapa pelakunya?

4. Kapan?

5. Di mana?

6. Bagaimana mekanisme pelaksanaannya?

7. Seberapa besar dampaknya bagi pemulihan diri kita sendiri? Jika tidak ada, lebih baik wiridan dan sholawatan dulu saja. Sebab bahu siapa lagi yang bisa disandari di tengah huru-hara yang membingungkan ini selain Kanjeng Nabi. 

Ya akramal khalqi maali man aludzu bihi # Siwaka inda huluulil haditsil amimi. Allahumma shalli wasallim wabarik alaih...

Mari melingkar bersama dalam rutinan Sanggar Kedirian di Kampus Tribakti, Jumat malam Sabtu Legi, bakda Isya 16 Oktober 2020.

Continue reading Pemulihan Umum

Pangapuran

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 11 September 2020

Pangapuran atau pengapuran atau apapun itu namanya, yang penting masih ada kaitan kebahasaan dengan frasa "maaf" mempunyai beragam cerita dan beberapa lapisan. Misalnya "maaf" yang dipertukarkan dalam ucapan Lebaran tak akan terasa sedalam kata "maaf" yang diberikan kepada sedulur yang pernah kita sakiti.

Maka apa arti tema malam ini kalau sedulur yang pernah kita sakiti sudah memaafkan bahkan sebelum diminta? Inilah mula-mula yang harus diurai.

Sanggar Kedirian (SK) adalah sebuah wadah besar yang menampung berbagai macam orang. Adakalanya ketidakcocokan dalam berargumen, bersikap, juga bersosialisasi itu adalah keniscayaan. Kadangkala ketidakcocokan tersebut merenggangkan paseduluran yang kita bangun bersama, itu juga wajar. Namun kalau kita sampai menganggap bahwa SK tak pernah bisa jadi wadah bagi siapa saja, kapan saja, dan hanya merupakan alat kekuasaan kelas tertentu di ruang dan waktu tertentu, maka alangkah Marxis-nya kita ini. 

Bagi penganut Marxisme, wadah besar ini bukan sesuatu yang siap. Ia menjelma bak proyek penertiban; unsur dan bagian-bagian diklasifikasikan, diberi sebutan, posisi, dan peran. Mungkin sekilas tampak utuh, tapi dalam tersusunnya sistem itu selalu ada "bagian yang tak punya bagian". Di situlah titik rawan sengketa bermula.

Jika persengketaan tak bisa lagi dielakkan, lantas siapakah yang bersalah? 

Dari sini alangkah lebih baiknya jika mengoreksi diri sendiri. Kanjeng Nabi, yang kita elu-elukan syafaatnya, dalam banyak riwayat sering mencontohkan kebesaran hati dan jiwanya untuk memaafkan orang-orang yang menyakitinya bahkan sebelum diminta. Apakah kita bisa menirunya? Kalau tidak, bayangkan jika esok di Yaumul Mahsyar, saat sedang gondhelan jubahe beliau, kemudian ditanya, "Kowe sopo?"

Maka, monggo malam ini sareng-sareng melingkar,  bersholawat dan mengintimi pembicaraan yang langka ini. Shollu 'ala an-nabi Muhammad.

Continue reading Pangapuran

Manutallah Manutullah

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 7 Agustus 2020

Keinginan manusia bisa jadi jebakan kepada ketidaktenangan, kegelisahan dan ketidakbahagiaan. Itu terjadi apabila keinginan dan kenyataan tidak sesuai terjadi. 

Lain halnya apabila yang terjadi adalah keinginan Tuhan, manusia tidak akan bisa menolak dan pasti terjadi. Tentunya menselaraskan keinginan Tuhan dan keinginan manusia perlu kunci-kunci, agar kebahagiaan atau istilah lain hati yang penuh "hore" itu selalu tercipta.

ManutAllah atau manutullah perpaduan dua bahasa Jawa dan Arab, yang dimaksudkan manut kersane allah, mengikuti keinginan Tuhan. 

Mari bersama melingkar tadabbur mencari kunci-kunci keinginan Tuhan di dalam rutinan Sanggar Kedirian, pada :

Hari : Jumat malam Sabtu Legi 

Tgl : 7 Agustus 2020 

Lokasi : Kampus IAI Tribakti, Kota Kediri

Jam : 20.30-selesai

Insyaallah pagar keilmuan Sanggar Kedirian Ust. DR. Bustanul Arifin membersamai sinau bareng.

Monggo luangkan waktu sejenak dalam menjaga istiqomah rutinan Sanggar Kedirian dalam rangka terus belajar menemukan nilai-nilai Maiyah.

Continue reading Manutallah Manutullah

Kelayang Kangen

Pambuko rutinan Sanggar Kedirian 3 Juli 2020



Kebahagiaan berkumpul bersama, melingkar bareng, bersholawat bareng, bercengkrama hangat, mentadabburi apa saja dengan adu dengkul menjadi sebuah kekangenan tersendiri. Pandemi Corona memaksa kita menjaga jarak, memaksa kita tidak bisa berkumpul bersama sehingga tercipta jarak dalam bersosial di antara kita.

Tidakkah kau kangen? Berkumpul bersama kembali seperti dulu membangun kemesraan bersama menatap masa depan.

Tidakkah kau kangen? Meluapkan cinta bersholawat bersama mengharap syafaat cinta Rosulullah.

Corona boleh saja memaksa kita ambil jarak, tapi jangan sampai membuat jarak persaudaraan kita yang telah lama kita bangun. Kesalahan dan khilaf mungkin banyak kita lakukan sehingga bisa jadi Corona itu adalah diri kita sendiri yang membuat jarak persaudaran kita.

Sebelum ada Corona yang memaksa bikin jarak, diri kita sendiri adalah Corona itu sendiri. Perilaku kita adalah Corona. Kita menyakiti dulur dewe sehingga akhirnya tercipta jarak dalam bersaudara. Bukankah ini juga semacam Corona?

Marilah kita luapkan bersama kekangenan paseduluran ini dalam rutinan Sanggar Kedirian bertempat di Kampus IAI Tribakti, pukul 20.30 WIB. Jumat malam Sabtu Legi, 3 Juli 2020.

Mari bersama melakukan restart diri dengan titik awal Kelayang Kangen.

Continue reading Kelayang Kangen

Keistiqomahan di Tengah Keterbatasan Pandemi Covid-19

Reportase rutinan Sanggar Kedirian "Tan Kena Kinaya Ngapa", 29 Mei 2020


Udara dingin Desa Kelutan tak berhenti datang menghampiri. Hembusannya datang dengan sepoi-sepoi. Merasakannya kadang membuat bulu kuduk berdiri. Namun, membuat rasa tenteram di hati.

Malam itu, tepat malam Sabtu Legi, Pak Bustanul 'Arifin mengundang dulur-dulur Sanggar Kedirian (SK), Tasawwuf Cinta (TC), Kiai Bagus, Ki Anom Kusumo untuk menyelenggarakan acara rutinan di ndalem beliau. Berbeda dengan rutinan biasanya yang digelar di Taman Hutan Joyoboyo atau dua bulan sebelumnya yang dipindahkan ke Kampus Tribakti karena kondisi pandemi.

Meski masih berada dalam kondisi pandemi Covid-19 yang melarang perkumpulan massa, toh kegiatan ini tetap istiqomah dijalankan. Tampaknya, penggiat Sanggar Kedirian memang memilih tetap menjalankan keistiqomahan daripada ikut arus berita yang terkadang tidak sesuai dengan kenyataan.

Acara dimulai, Kang Hartono sebagai moderator mengajak para hadirin untuk membaca surat al-Fatihah. Hajat paling utama ditujukan kepada mertua Pak Bus yang sehari sebelumnya meninggal dunia. Jadi selain rutinan, acara kali ini juga dalam rangka takziyah sekaligus syawalan. Tiga hajat dalam satu acara.

Tahlilan dipimpin oleh Kang Tholib. Dilanjutkan membaca wirid "Duh Gusti" bersama-sama. Di sela-sela pembacaan wirid, Kang Hartono membacakan puisi yang telah dikarangnya.

Mengawali sinau bareng, Kang Hartono meminta para hadirin untuk menyampaikan apa yang sedang dialaminya, terutama dalam menghadapi kondisi pandemi Covid-19. Satu per satu hadirin dari SK maupun TC bergantian menyampaikan kondisinya. Tak jarang cerita berubah menjadi curhatan.

Kang Rifa'i mulai menyampaikan kondisinya. Aktivitasnya dalam pengeboran sumur tetap berjalan seperti biasa. Air tetap menjadi kebutuhan primer, tak peduli masa pandemi. Kang Rifa'i yang biasa dipanggil Bang Djoni ini juga punya aktivitas lain. Kepiawaiannya dalam memainkan keyboard dan organ tunggal dalam keadaan normal sering diminta mengisi event. Namun, larangan pengumpulan massa merubah job menjadi sepi.

Sementara itu, Makdhe Girin menceritakan aktivitasnya selama pandemi Covid-19. Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kebersihan di ATM, Makdhe mempunyai ceritanya sendiri. ATM sering dianggap sebagai tempat yang rawan dalam penyebaran penyakit Covid-19 karena di dalam suatu bilik kecil yang bermacam-macam orang bergantian memasukinya. Sama juga dengan uang yang dianggap sebagai salah satu sarana sebaran Covid-19 karena dipegang oleh banyak orang. Ada orang yang saking hati-hatinya membuka pintu ATM dengan menggunakan sikut. Adalagi cerita orang yang menyemprot uangnya dengan hand sanitizer setelah keluar dari mesin ATM.

Pria bernama asli Budi Santoso ini berpendapat bahwa seharusnya kita jangan terlalu takut kepada virus Covid-19. Imun terbentuk ketika kita tidak takut. Jika imun kuat, Covid-19 yang takut pada kita.

Berbeda dengan Makdhe Girin, Kang Roy menyampaikan apa yang dialami di desanya. Penggiat SK yang dipercaya oleh warganya menjadi pamong desa ini bercerita bahwa pada kenyataannya penanganan Covid-19 benar-benar berbeda dengan protokol Covid-19 yang diberitakan. Covid-19 diberitakan secara wah dengan segala macam protokolnya. Pada kenyataannya, protokol itu tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Memang sebaiknya dalam melihat berita harus pintar-pintar melihat bagaimana kenyataannya. Setidaknya dengan adanya Covid-19 ini orang-orang menjadi lebih sadar bahwa berita di media massa terkadang tidak sesuai dengan kenyataannya.

Sebagai moderator, Kang Hartono menengahi. Dalam menghadapi apapun termasuk pandemi ini, tidak semestinya terlalu takut juga harap hati-hati jangan menjadi takabbur. Berkaitan dengan mata pencaharian yang terpengaruh, yakinlah tetap ada jalan. Menyitir apa yang berkali-kali dipesankan oleh Pak Bus, "Boleh pasrah tapi jangan berputus asa."

Diskusi semakin hangat. Petikan gitar Kang Gatot "Ndrengez" membawakan lagu "Tan Kena Kinaya Ngapa" menambah hangatnya suasana. 

"Tan kena kinaya ngapa"

"Manungsa isane ngreka lan njangka"

"Mula aja nganti ndhisiki kersa"

"Supaya lakumu ora rekasa"


Jika dulur-dulur penasaran dengan lagunya, langsung saja klik linknya https://youtu.be/RWtaBScfcig. Saat reportase ini ditulis, tak kurang dari 2.000 pengguna Youtube sudah mendengarkan lagu ini.

Suara Kang Gatot mampu membangkitkan simpul-simpul saraf yang sempat tak terfokus. Kini tiba saatnya memfokuskan pikiran guna menyerap apa saja ilmu-ilmu yang akan di-wedar-kan oleh Pak Bus.

"Surat al-Baqarah ayat 286, itu adalah ayat rahman. Ayat yang penuh berkah yang ketika turun ayat itu Nabi Muhammad sujud berkali-kali. Ayat yang memberikan motivasi besar dalam kehidupan. Laa yukallifallahu nafsan illa wus'aha. Jadi, gak usah kuatir. Apapun yang dilakukan manusia sudah terukur dengan kemampuan." Pak Bus mengawali wedaran-nya.

Lebih lanjut, Pak Bus juga menyampaikan tadabbur surat al-Mu'minun ayat 78. "Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati (fuad). Amat sedikitlah kamu bersyukur." Pendengaran lebih bisa menangkap banyak informasi dalam waktu yang sama daripada penglihatan. Misalnya saat kita berdiam diri di rumah. Informasi yang ditangkap oleh penglihatan adalah barang yang ada di rumah itu. Namun, pendengaran bisa menangkap informasi suara tetangga yang punya 3 hajatan sekaligus. Tetangga sebelah ada tahlilan, yang agak jauh ada mantu, desa sebelah nanggap ludruk. Itu semua bisa diterima oleh pendengaran dalam satu waktu.

Masih di surat al-Mu'minun ayat 78. Informasi bisa diterima dalam bentuk apa saja. Tetapi, karena pengalaman, daya, cipta manusia berbeda menghasilkan pendapat yang juga berbeda.

"Neng ndunyo piro suwene, paribasan mung mampir ngombe," pesan Pak Bus mengingatkan. Kehidupan dunia itu tidak lama akhir episodenya. Wayang itu rame saat palagan, kalau dhalangnya sudah tancep kayon ya sudah berakhir.

"Abot anak ketimbang telak. Wis aku rapopo rekasa sing penting anakku kepenak." dawuh Pak Bus mengakhiri wedaran-nya.

Continue reading Keistiqomahan di Tengah Keterbatasan Pandemi Covid-19

Eling lan Waspada

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 20 Maret 2020


“Rabbana atina qothrata luthfi Muhammadin fi qolbi”

“Rabbana atina qothrata luthfi Muhammadin fi ruhi”

“Rabbana atina qothrata luthfi Muhammadin fi jasadi”

“Rabbana atina qothrata luthfi Muhammadin fi hayati”


Wirid Tetes Kelembutan Muhammad (Qothrata Luthfi Muhammad) yang dibuat oleh Mbah Nun ini berisi harapan agar kita senantiasa mendapat Tetes Kelembutan Muhammad di dalam hati, ruh, jasad serta kehidupan.

Luthfi yang sering diartikan kelembutan ini tak berhenti pada “kelembutan sifat”. Ada pemaknaan lain yaitu ngglepung, satuan partikel terkecil yang menggumpal lembut.

Untuk menggambarkan proses ngglepung, bolehlah kita meminjam isu yang sedang hangat. Ya, itu. Corona. Konon, ukuran virus ini 100-120 nano meter. 1 cm setara dengan 10.000.000 nano meter atau bahasa gampangnya kalau sedulur mempunyai pengaris ada ukurannya 1 centi meter, lha 1 cm itu silakan dibagi 100.000. Itulah ngglepung-nya virus corona.

Jika dunia saat ini sedang diributkan dengan ngglepung-nya corona, apa yang sebaiknya kita lakukan? Ikut-ikutankah atau justru memasang kuda-kuda kewaspadaan agar lebih mendekatkan diri pada yang membuat corona?


Monggo, kita rembukkan!

Hari: Jumat (nanti malam)

Tanggal: 20 Maret 2020

Jam: 20.00 WIB

Lokasi: Masjid Kampus Tribakti, Jalan KH. Wahid Hasyim 62, Kota Kediri

Continue reading Eling lan Waspada

Mereka yang Ndhedher Angin dan Ngunduh Badai

Reportase Rutinan Sanggar Kedirian "Ngunduh Wohing Pakarti, 14 Februari 2020


Sanggar Kedirian (SK) adalah  suatu wadah untuk menempa diri. Bagaimanapun keadaannya rutinan harus berjalan. Dengan fasilitas atau tidak, kesempatan bertemu selapan sekali harus diistiqomahi sebagai media berbagi ilmu, kebijaksaan, dan kebahagiaan.

Sebagaimana yang dilakukan Mas Adi malam itu. Dia selalu berpesan "hore" dalam banyak kesempatan. Menurutnya dengan ber-hore segala kerisauan akan dibereskan sendiri oleh Allah. Metodenya seperti ini: sebelum bertawasul, lupakan dulu semua masalah yang ada; bayangkan sesuatu yang indah-indah; bisa pantai, pegunungan atau bayangan indah lainnya. Jika visualisasinya sudah selesai baru dimulai tawasulannya. "Sudah (membaca) alhamdulillah masak susah," begitulah kata Kang Adi menularkan energi kegembiraannya.


Barangkali karena ketularan energi dari Mas Adi, Kang Tri Wibowo membawakan lagu ciptaannya sendiri yang diberi judul "Sinau". Uniknya, lagu ini di-mix dengan lagu anak-anak yang bunyinya begini:

//Ayo kanca dolanan ning jobo//Padhang mbulan padhange kaya rina//Rembulane sing awe-awe//Ngelingake ojo turu sore-sore//

Penasaran ingin dengar lagunya? Monggo bisa klik disini  https://youtu.be/gytBmHK8NRw.


Ndhedher dan Ngunduh Wohing Syukur

Sedulur-sedulur yang datang ke rutinan SK mayoritas anak muda dan cowok. Tapi malam itu seorang ibu rumah tangga ditemani oleh suaminya ikut melingkar bersama. Dialah Bu Ema dan Pak Sugeng. Perjalanan mereka sangat panjang dan patut dipotret sebagai pembelajaran bagi kita yang masih muda. 

Tunggu edisi khusus tentang reportase perjalanan mereka! Sekarang lebih baik mari kembali ke reportase rutinan ini. 

Adalah Kang Ali, sedulur SK spesialis belakang layar, pada malam itu turut urun rembug. Bisa mendengarnya berpendapat di forum besar adalah kelangkaan yang hanya bisa disamai dengan jumlah badak bercula satu. Ia sedikit membagikan pengalam tentang kegiatan pelestarian alam; bersama lingkar LJR  mengupayakan reboisasi dan menebar bibit ikan di beberapa titik yang bisa dijangkau. "Orang-orang sering mengaji, wudhu menggunakan air suci. Namun tak pernah dibahas dan diupayakan bagaimana agar terus dapat air bersih sampai generasi berikutnya. Salah satu tujuan tanam pohon ya untuk ini," jelas Kang Ali mantap.


Dari sisi lain, Kang Zainuri berpendapat bahwa ngunduh tidak selalu berupa woh (buah). Tanaman pisang, misalnya, sudah bisa diambil hasilnya meski belum berbuah; daun, ontong, pelepah. 

Mas Adi menimpali dengan petuah-petuah motivasinya:

  1. Agar pakarti sehari-hari tetap positif tipsnya ialah, saat bangun tidur membaca Alhamdulillah kemudian dalam hati ditanamkan untuk siap senang "hore" untuk diajak outbond seharian oleh Gusti Allah;

  2. Tips selanjutnya agar pakarti tetap positif ialah mengatur pakarti dalam bersosmed, utamanya Facebook. Akun Facebook yang selalu membagikan postingan negatif, lebih baik diblokir saja. Bangun tidur sudah diawali dengan Alhamdulillah dan bahagia, masak harus lenyap begitu saja hanya karena Facebook-an.


Benang merah dari beberapa pendapat di atas ialah ada tidaknya unduhan yang bisa diambil dari sebuah proses tergantung cara penyikapan terhadap suatu hal. Apakah bisa mengambil hikmah kemudian bersyukur atau justru tidak mendapat apa-apa? 

Namun dalam Surat Ibrahim ayat 7 disebutkan, lainsyakartum la azidannakum wa lainkafartum inna adzabi lasyadid. Menurut Pak Bus bisa diartikan: terlambat bersyukur dapat mengakibatkan kesalahan, itulah yang biasa disebut kufur.


Kemudian Pak Bus mulai menerangkan makna "Ngunduh Wohing Pakarti". Ngunduh (download). Wohing dari akar kata woh yang artinya adalah hasil, sementara pakarti dari kata karto yang artinya menang besar-karena diakhiri -i menjadi kemenangan kecil.

Sementara makna secara istilahi-nya oleh Pak Bus dipadu-padankan dengan pepatah lama, "Siapa yang menabur angin, akan menuai badai." Artinya, tema malam ini sama dengan hukum sebab akibat yang akan terus berlanjut. Misalnya ketika saat disakiti orang lain namun tidak membalas, barangkali dengan itu membuat kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan akan ditutupi oleh-Nya. Amin.


Continue reading Mereka yang Ndhedher Angin dan Ngunduh Badai

NGUNDUH WOHING PAKARTI

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 14 Februari 2020


Sedulur-sedulurku, rasa-rasanya dunia saat ini sedang kronis dan tak menunjukkan tanda-tanda akan segera sembuh. Saat menulis pambuko ini, sebuah virus yang konon sangat berbahaya sedang mewabah bahkan mulai menjangkiti alam bawah sadar kita. Kemudian banjir yang terjadi hampir di setiap pemukiman padat penduduk. 

Seperti inikah wujud balasan dari Tuhan bagi hambanya yang berdosa? Entahlah, adalah jawaban sementara yang lebih bijak daripada terburu-buru menghakimi seperti share-share-an yang bersliweran dalam grup Whatsaap.

Yang berhak menghakimi dan membalas hanyalah Dia. Kita cuma diberi sedikit spoiler sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Zalzalah: fa maiya'mal mitsqala dzarratin khairai yarah, wa maiya'mal mitsqala dzarratin syarrai yarah, barang siapa berbuat kebaikan dan keburukan se-dzarrah niscaya akan diperlihatkan (balasannya).

Entah kebetulan atau tidak dalam khazanah Jawa hal semacam itu diistilahkan sebagai ngunduh wohing pakarti. Bagaimana asal-usul istilah tersebut, saya tidak tahu. Silahkan bagi yang tahu untuk menjelaskannya.

Yang menggelitik benak saya justru pertanyaan-pertanyaan tidak penting: kapan waktunya ngunduh perbuatan kita? Apakah langsung saat itu juga sebagaimana di medsos atau menunggu esok pascamati? 

Jika ada yang ikut urun-rembug silahkan.

Seorang teman urun contoh kasus begini: jika yang ngunduh dampaknya orang lain bagaimana? Misalnya tetangga kiri-kanan yang ikut terdampak zina atau koruptor yang menggasak uang negara atau penebangan hutan yang membabi-buta sehingga menyebabkan ekosistem terganggu.

Simulasi-simulasi semacam itu pasti masih banyak lagi. Kalau tidak percaya coba buka Caknun.com kemudian carilah tulisan Mbah Nun "Khairon? Yaroh, Syarron? Yaroh". Barangkali kita bisa memulai tema Ngunduh Wohing Pakarti dari situ. Monggo....

Continue reading NGUNDUH WOHING PAKARTI

ROMANTISME ORGANISME SANGGAR KEDIRIAN

Reportase Rutinan Sanggar Kedirian "Problem Solving Organisme" 10 Januari 2020


Adzan Maghrib berkumandang, memanggil-manggil untuk segera mendirikan sholat tiga rokaat. Di sisi lain adzan tersebut mengingatkan untuk segera bersiap-siap bergegas menuju area Taman Hutan Joyoboyo Kota Kediri yang kebetulan saat itu hari Jumat malam Sabtu Legi bertepatan jadwal rutinan Sinau Bareng Majelis Masyarakat Maiyah Sanggar Kedirian edisi tanggal 10 Januari 2020. Bersamaan dengan suara iqomah, tiba-tiba hujan turun membawa berkahnya berupa curahan air yang melimpah, seakan tumpah-ruah dari langit.


Terlihat wajah-wajah yang pasrah. Peralatan sound system, kompor, alas karpet dan lainnya yang terlanjur diturunkan dari kendaraan terpaksa ditutupi dengan menggunakan lembaran banner Sanggar Kedirian. Betapa tidak khawatir hatinya Kang Asrul, Kang Ilham dan beberapa sedulur SK karena peralatan tersebut basah kuyup. Namun apa daya, hujan yang semakin deras memaksa mereka untuk menikmati dingin sembari  berbasah-basahan. Meski telah menepi mencari tempat berteduh seolah derasnya air hujan tidak mau ditinggalkan dan memeluk mereka dengan cipratan-cipratan air lembutnya.


Sementara beberapa sedulur SK lainnya yang berencana berangkat seusai sholat Maghrib, mengabarkan bahwa belum bisa berangkat ke Taman Hutan Joyoboyo. Hujan mulai berkurang curahannya setelah Isya'. Kesempatan ini dimanfaatkan mereka untuk memacu sepeda motor menembus belaian lembut sang hujan.

Adalah Hartono, beserta anak bungsunnya yang masih kelas tiga SD yang pertama kali masuk di Musholla Taman Hutan Joyoboyo. Mereka kemudian langsung memasang banner tema Sanggar Kedirian “Problem Solving Organisme". Sementara ubo rampen lainnya baru cemepak pada pukul 21.15 WIB. Artinya molor satu jam lebih dari rutinan-rutinan sebelumnya. Mau bagaimana lagi, tidak ada yang bisa menyalahkan mekanisme organisme Tuhan. Yang bisa dilakukan hanya mengikuti aliran-Nya.


Begitu juga kesadaran positioning sedulur-sedulur Sanggar Kedirian yang langsung mengambil perannya masing-masing; tidak ada yang memerintah atau pun meminta. Mereka memberikan fungsi dirinya sesuai dengan kemampuan masing-masing; Kang Toma dan Kang Tomy yang paham elektronik memberikan tenaga fikirannya serta membawa perangkat sound system, Kang Dion menginfakkan tenaga pikirannya untuk membikinkan teh hangat dan kopi pelepas kantuk. Begitu juga yang lain, ada yang mengurusi infak pinjam Ndhedher untuk permodalan, ada yang mengurusi infak kas rutinan, yang suka musik memberikan hiburan sholawatan dan masih banyak lainnya. Aliran-aliran yang dilakukan sedulur-sedulur SK ini menjadi semacam romantisme perjalanan sehingga menjadi bahasan tema rutinan kali ini "Problem Solving Organisme”.


Lantas, apa itu Problem Solving Organisme?

Menurut Mas Rida, organisme adalah suatu kumpulan dari beberapa organ yang berkumpul dan bekerjasama. yang diupayakan untuk kerjasama. Kang Fathur menambahinya dengan menganalogikakan organ tubuh manusia yang mempunyai tugas masing-masing dan saling bersinergi meski tidak ada komando yang ditunjuk secara resmi. "Begitulah cara kerja organisme!" tegasnya. Mas Naufal dari Paseban Majapahit kemudian mencontohkannya dengan organisme semut.

Sementara menurut Cak Kan, dengan memakai cara pandang organisasi untuk melihat problem solving dalam organisme, pemimpin dalam sebuah organisasi yang telah ditunjuk harus tahu dan bertanggung jawab pada yang dipimpinnya. Itu sah-sah saja. Meski dalam organisme yang selama ini kira pahami, semua orang bertanggung jawab pada dirinya sendiri terlebih dahulu. Dari situ muncul istilah yang populer di kalangan penggiat Maiyah Sanggar Kedirian: tiada yang bisa kita tagih selain diri sendiri.


Jika kita bisa nanthing diri sendiri dan sudah sumeleh dengan kehendak-Nya, niscaya  masalah sebesar apapun tidak menjadi soal, begitu kata Mas Adi. Ia juga tak lupa mengingatkan untuk terus wiridan dan sholawatan agar bisa mengetahui kehendak Allah.

Allahu Allahu//Ya Rabbi Shalli Ala Mukhtar Thibbil Qulub... Menjadi salah satu kunci untuk mengetahui momentum kapan mencair, memadat, menguap, juga bertumbuh-kembang, sebelum akhirnya membusuk dan kembali kepada-Nya.

Dalam proses pembusukan tersebut, menurut Mas Andry, ada yang masih bisa digunakan dan ada yang harus dibuang karena mengandung racun. Keduanya bisa diketahui dengan mudah jika kita mengetahui permasalahan organisme. Dan jika mau memecahkannya atau menjadi problem solver, maka alangkah lebih baiknya jika meneladani Kanjeng Nabi yang sanggup mempersaudarakan kaum Ansor dan Muhajirin.


Namun satu hal yang harus kita tanamkan sebelum jauh-jauh membahas bagaimana menjadi problem solver dari organisme; pertama kita harus mengidentifikasi diri; di posisi manakah diri kita dalam sebuah organisme?

Continue reading ROMANTISME ORGANISME SANGGAR KEDIRIAN

PROBLEM SOLVING ORGANISME

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 10 Januari 2020


Judul tema kali ini, menurut saya, terasa agak-gimana-gitu. Barangkali karena terbiasa dengan judul yang agak ke-jawa-jawa-an dan baru kedua kali ini menemui tema rutinan yang keminggris. Alhasil saya terpaksa membuka Google Translate untuk mengetahui artinya. Bukannya mendapat jawaban yang memuaskan, saya justru bingung dan tidak pedhe ketika akan menulis pambuka ini. Nah, di tengah kebimbangan itu secara klise saya teringat dawuhe Mbah Nun: Jawa digawa, Arab digarap, Barat diruwat. Seketika saja saya langsung menulis sembari berujar, "Sebenarnya yang saya bicarakan dari tadi itu tidak penting." Ada yang lebih penting dari itu, yaitu pembahasan mengenai organisme Maiyah. 

Dari dulu hingga kini bahkan mungkin sampai ke-1001 esok harinya lusa, kita akan terus mendialektikakan lelaku berorganisme yang sedang kita jalani. Selain karena di dunia ini tidak ada yang final juga karena kita lebih familiar dengan sistem organisasi yang rigid, kaku, dan padat. Ketika dihadapkan dengan organisme yang seolah-olah nampak cair dan alamiah, kita gagap memahaminya. Misalnya, dalam banyak forum diskusi yang sering kita perdebatkan cuma tentang kecairan dan kepadatan sebuah organisme. Bukankah masih ada proses lainnya; penguapan, pertumbuhan, perkembangbiakan, pembusukan, dan masih banyak lagi lainnya; termasuk yang ditiadakan ialah Sang Pemilik Organisme.

Di situlah letak kamanungsane kita. Seandainya kita diciptakan sebagai batu pasti auto madhep-mantep pada tatanan organisme-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam al-Isra ayat 44. Disitu ada frasa walakin la tafqahuna, tetapi kamu tidak mengerti. Mbah-mbahane dewe pernah membuat rumusan bahwa wong pinter kui durung mesti ngerti, orang pintar itu belum tentu mengerti. Untuk lebih mengerti alangkah lebih baiknya jika dalam pembahasan Problem Solving Organisme kali ini kita lebih mengedepankan akal daripada syahwat untuk memenangkan argumentasi diri sendiri. 

Jadi, monggo kita saling urun rembug untuk mendalami organisme-Nya. 

Continue reading PROBLEM SOLVING ORGANISME