NGUNDUH WOHING PAKARTI

Pambuko Rutinan Sanggar Kedirian 14 Februari 2020


Sedulur-sedulurku, rasa-rasanya dunia saat ini sedang kronis dan tak menunjukkan tanda-tanda akan segera sembuh. Saat menulis pambuko ini, sebuah virus yang konon sangat berbahaya sedang mewabah bahkan mulai menjangkiti alam bawah sadar kita. Kemudian banjir yang terjadi hampir di setiap pemukiman padat penduduk. 

Seperti inikah wujud balasan dari Tuhan bagi hambanya yang berdosa? Entahlah, adalah jawaban sementara yang lebih bijak daripada terburu-buru menghakimi seperti share-share-an yang bersliweran dalam grup Whatsaap.

Yang berhak menghakimi dan membalas hanyalah Dia. Kita cuma diberi sedikit spoiler sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Zalzalah: fa maiya'mal mitsqala dzarratin khairai yarah, wa maiya'mal mitsqala dzarratin syarrai yarah, barang siapa berbuat kebaikan dan keburukan se-dzarrah niscaya akan diperlihatkan (balasannya).

Entah kebetulan atau tidak dalam khazanah Jawa hal semacam itu diistilahkan sebagai ngunduh wohing pakarti. Bagaimana asal-usul istilah tersebut, saya tidak tahu. Silahkan bagi yang tahu untuk menjelaskannya.

Yang menggelitik benak saya justru pertanyaan-pertanyaan tidak penting: kapan waktunya ngunduh perbuatan kita? Apakah langsung saat itu juga sebagaimana di medsos atau menunggu esok pascamati? 

Jika ada yang ikut urun-rembug silahkan.

Seorang teman urun contoh kasus begini: jika yang ngunduh dampaknya orang lain bagaimana? Misalnya tetangga kiri-kanan yang ikut terdampak zina atau koruptor yang menggasak uang negara atau penebangan hutan yang membabi-buta sehingga menyebabkan ekosistem terganggu.

Simulasi-simulasi semacam itu pasti masih banyak lagi. Kalau tidak percaya coba buka Caknun.com kemudian carilah tulisan Mbah Nun "Khairon? Yaroh, Syarron? Yaroh". Barangkali kita bisa memulai tema Ngunduh Wohing Pakarti dari situ. Monggo....

0 komentar:

Posting Komentar